Senja hari itu sudah menguning. Terlihat Anto dan teman-temannya duduk di tepi lapangan voli. Sesekali terlihat mereka menyeka keringat dengan handuk yang mereka lingkarkan di leher mereka. Permainan baru saja usai, semua pemain tampak puas dengan hasil pertandingan barusan, terlihat dari raut wajahnya yang sumringah. tampaknya mereka tidak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah. Begitulah suasana senja di desa ini hampir di setiap harinya.
Setelah menenangkan diri sejenak, satu persatu mereka pergi meninggalkan lapangan. Seiring terbenamnya matahari, seiring itu pula mulai terdengar seruan-seruan panggilan. "AllahuakbarAllahuakbar..."
Dari sebuah masjid besar di tengah desa, suara menggema ke penjuru langit.
"Ah, sudah maghrib!" kata seseorang dari mereka.
Terlihat Anto dan teman-temannya masih saling bercanda sambil mengusap peluhnya. Berjalan menjauhi lapangan, menuju sebuah warung kecil di pinggir jalan desa. Mereka memesan segelas minuman dingin. dengan wajah segar dan puas mereka menghabiskan minuman mereka, masih sambil bercanda tawa. Terlihat sesekali saling pukul bahu pertanda mereka bercanda.
"Hayya 'alashsholaah....."
"hayya 'alashsholaaah..."
Anto dan teman-temannya masih di warung tersebut dan mengipas-ngipaskan handuk kecilnya untuk mengeringkan keringatnya. Datang lagi dua orang bapak yang seperti berumur 40an tahun. Mereka turun dari mobil pick up nya. Terlihat mereka memesan kopi dan menyiapkan rokok untuk dihisap. Tidak lama semakin ramailah suasana warung tersebut.
"Allahuakbar..Allahuakbar... Laa illaha illallah..."
Selesailah Adzan.
Di dalam masjid terlihat 1 shaff saja yang terisi. Lebih dari separuhnya adalah petua-petua kampung yang sudah cukup berumur.
Saat adzan hanya dipandang sebagai pengingat waktu.
Saat adzan hanya dipandang sebagai alarm selesainya waktu bermain
Saat adzan hanya dipandang sebagai pertanda bergantinya waktu
Saat adzan hanya dibiarkan berlalu
Saat adzan hanya didengarkan begitu saja
Saat adzan hanya sekedar ringtone
Padahal hakikatnya adzan adalah panggilah dari Allah ta'ala, bukanlah panggilan sang muadzin itu sendiri.
Ketika bos yang memanggil, kita berusaha secepat mungkin mendatanginya
Ketika kepala/pimpinan memanggil, kita berusaha secepat mungkin mendatanginya
Bahkan ketika ponsel memanggil kita berlari mendatanginya...
Adilkah kita?
PS: Kisah diatas adalah ilustrasi semata. Nama & karakter hanyalah fiktif.
Panggilan Yang Tidak Terhiraukan |
Setelah menenangkan diri sejenak, satu persatu mereka pergi meninggalkan lapangan. Seiring terbenamnya matahari, seiring itu pula mulai terdengar seruan-seruan panggilan. "AllahuakbarAllahuakbar..."
Dari sebuah masjid besar di tengah desa, suara menggema ke penjuru langit.
"Ah, sudah maghrib!" kata seseorang dari mereka.
Terlihat Anto dan teman-temannya masih saling bercanda sambil mengusap peluhnya. Berjalan menjauhi lapangan, menuju sebuah warung kecil di pinggir jalan desa. Mereka memesan segelas minuman dingin. dengan wajah segar dan puas mereka menghabiskan minuman mereka, masih sambil bercanda tawa. Terlihat sesekali saling pukul bahu pertanda mereka bercanda.
"Hayya 'alashsholaah....."
"hayya 'alashsholaaah..."
Anto dan teman-temannya masih di warung tersebut dan mengipas-ngipaskan handuk kecilnya untuk mengeringkan keringatnya. Datang lagi dua orang bapak yang seperti berumur 40an tahun. Mereka turun dari mobil pick up nya. Terlihat mereka memesan kopi dan menyiapkan rokok untuk dihisap. Tidak lama semakin ramailah suasana warung tersebut.
"Allahuakbar..Allahuakbar... Laa illaha illallah..."
Selesailah Adzan.
Di dalam masjid terlihat 1 shaff saja yang terisi. Lebih dari separuhnya adalah petua-petua kampung yang sudah cukup berumur.
Saat adzan hanya dipandang sebagai pengingat waktu.
Saat adzan hanya dipandang sebagai alarm selesainya waktu bermain
Saat adzan hanya dipandang sebagai pertanda bergantinya waktu
Saat adzan hanya dibiarkan berlalu
Saat adzan hanya didengarkan begitu saja
Saat adzan hanya sekedar ringtone
Padahal hakikatnya adzan adalah panggilah dari Allah ta'ala, bukanlah panggilan sang muadzin itu sendiri.
Ketika bos yang memanggil, kita berusaha secepat mungkin mendatanginya
Ketika kepala/pimpinan memanggil, kita berusaha secepat mungkin mendatanginya
Bahkan ketika ponsel memanggil kita berlari mendatanginya...
Adilkah kita?
PS: Kisah diatas adalah ilustrasi semata. Nama & karakter hanyalah fiktif.